Sita Conservatoir
Pengertian Sita Jaminan
Pengertian sita jaminan atau conservatoir
beslag diatur dalam Pasal 227 ayat (1) HIR, Pasal 261 ayat (1) RBG
atau Pasal 720 Rv, yang secara yuridis merupakan upaya hukum yang diambil oleh
pengadilan dengan menyita barang debitur sebagai tindakan yang mendahului
pemeriksaan pokok perkara selama belum dijatuhkan putusan dalam perkara tersebut.
Dengan demikian sita jaminan dapat dilakukan:
1.
Sebelum
pengadilan memeriksa pokok perkara; atau
2.
Pada
saat proses pemeriksaan perkara sedang berjalan, sebelum Hakim Ketua
(pengadilan) menjatuhkan putusan.
B. Fungsi Sita Jaminan
Tujuan utamanya adalah agar tergugat
tidak memindahkan atau mengalihkan harta bendanya kepada pihak lain. Inilah
tujuan utama dari sita jaminan, menjaga keutuhan keberadaan harta terperkara
atau harta kekayaan tergugat selama proses pemeriksaan perkara berlangsung
sampai perkara memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dengan adanya
perintah penyitaan atas harta tergugat atau harta sengketa, secara hukum telah
terjamin keutuhan keberadaan barang yang disita.
Sita jaminan merupakan upaya hukum
terjaminnya keutuhan dan keberadaan harta yang disita sampai putusan dapat
dieksekusi, agar gugatan penggugat pada saat gugatannya dieksekusi tidaklah
percuma, karena dengan diletakkan sita jaminan pada harta sengketa atau harta
kekayaan tergugat, dan pelaksanaan dan pensitaan telah didaftarkan dan telah
diumumkan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan 198 HIR, yang berbunyi:
1. Apabila yang disita barang tetap,
maka berita acara penyitaan diumumkan yaitu jika barang tetap itu sudah
dibukukan menurut ordonansi tentang pemindahan barang tetap dan tentang
membukukan hipotek atas barang itu di Indonesia (S. 1834 Nr. 27), dengan menyalin
berita acara itu dalam daftar yang tersebut dalam pasal 50 dari aturan tentang
menjalankan undang-undang baru dan pemindahan untuk itu (S. 1848 Nr. 10) atau
dengan menyalin berita acara itu dalam daftar yang disediakan untuk maksud itu,
di kantor kepaniteraan pengadilan negeri, dalam kedua hal ini dengan
menyebutkan jam, hari, bulan dan tahun itu harus disebut oleh panitera pada
surat asal yang diberikan kepadanya.
2. Tambahan pula orang yang
dipertanggungkan menyita barang itu, memberi perintah kepada kepala desa supaya
penyitaan itu diumumkan di tempat itu menurut cara yang biasa sehingga
diketahui orang yang seluas-luasnya. Maka terhitung sejak tanggal pendaftaran
dan pengumuman sita, telah digariskan akibat hukumnya, seperti yang diatur
dalam Pasal 199 HIR, yang berbunyi:
1. Terhitung mulai dari hari berita acara penyitaan barang itu diumumkan,
maka pihak yang disita barangnya tidak boleh lagi memindahkan kepada orang
lain, memberatkan atau mempersewakan barang tetapnya yang disita itu.
2. Perjanjian yang diangkat berlawanan dengan larangan itu, tak boleh
dipakai akan melawan orang yang menjalankan penyitaan. Dari Pasal 199 HIR itu
maka dapat disimpulkan bahwa adanya larangan hukum bagi tergugat untuk menjual,
menghibahkan atau memindahkan barang sitaan kepada siapapun.
Komentar
Posting Komentar